Poligami islam pdf
Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa antara laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang berlawanan jenis yang memiliki potensi seks serupa atau sebanding. Dengan demikian Q. An-Nisa ; dan Q.
An-Nisa ; , yang seringkali diinterpretasikan sebagai justifikasi model perkawinan patriakal dominasi kekuasaan seks berada pada pihak laki-laki bukanlah merupakan penafsiran yang final, namun model pendekatan metodologi penafsiran yang tetap membutuhkan analisis dari berbagai demensi. Karena itu pandangan yang tidak tertumpu pada paradigma tunggal, namun mengacu pada multi dimensional approach, dan merupakan masalah yang urgen dan esensial.
Apa lagi mengahadapi kancah kehidupan sekarang. Penafsiran kontekstual Al-Tahlili merupakan bentuk penafsiran yang lebih tepat yang mampu mengelaborasikan konsep Islam sesuai dengan konteks zamannya. Jika kita merujuk kembali beberapa ayat diatas, minimal membacanya dengan memperhatikan, maka kita akan memahami dengan jelas, bahwa membolehkan poligami bukanlah merupakan tujuan yang substansial dari ayat tersebut, sehingga dapat memperoleh alasan-alasannya sebagai berikut : 1.
Orang-orang Yahudi juga tidak mengharamkannya, demikian juga orang-orang Kristen pada waktu itu. Kalau dalam kenyataannya poligami masih dianggap persoalan yang kurang positif, dan tidak bermanfaat sama sekali dikhalayak masyarakat, maka perintah dalam konteks ayat tersebut bukan semata-mata berpoligami ansih yang hanya sekedar tergiur oleh nafsu, jauh dari tanggungjawab, melainkan sebuah perintah untuk selalu memperhatikan keberadaan nasib Yatim.
Dari sisni menjadi jelas bahwa beberapa ayat dalam surat An-Nisa, tersebut substansi kajiannya lebih terporos pada sejauh mana perhatian umat terhadap nasib anak-anak yatim karena ini fenomena social dalam tanggungan umat Islam.
Asumsi ini muncul setelah penulis melihat posisi ayat poligami dan sekaligus kandungannya. Ayat tersebut sebelum dan sesudahnya dihimpit oleh konsep-konsep bagaimana sikap dan perhatian kita terhadap anak Yatim. Sehingga ketika dikaji secara universal, tetap saja ayat tersebut tidak memberikan konstribusi pemikiran terhadap khalayak masyarakat. Bila dilihat lebih jauh pada ayat 3 surat an-Nisa, maka kebolehan berpoligami harus dilihat dari beberapa syarat yang penekanannya pada aspek kesanggupan laki-laki berlaku adil terhadap istri-istri baik lahir maupun bathin.
Konsep poligami menurut Muhammad Abduh adalah sangat situasional yang berkaitan dengan fenomena social. Ini berlaku pada empat hal, 1. Apabila seseorang laki hiperseks dengan satu istri.
Apabila jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Apabila istri mandul atau tidak bisa melahirkan anak. Apabila seorang laki-laki memiliki kesanggupan untuk melakukan poligami.
Walaupun demikian dalam kenyataan empirik, konsep poligami hingga kini menjadi tertolak dan lebih-lebih ketika dihadapkan oleh kaum hawa. Dan maksimal kehadiran konsep poligami masih sebatas sebuah tawaran-tawaran absrak, dan kalau toh diterima ia masih berada dalam konsep teori yang belum banyak menjamah pada persoalan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Penutup Argumentasi diatas, telah memberikan kerangka dasar pemikiran mengenai konsep poligami. Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk mengelaborasikan kembali konsep poligami tersebut sesuai dengan beberapa konsep yang telah dikedepankan pada pembahasan-pembahasan awal.
Pengertisn Poligami Kata Monogamy dapat dipasangkan dengan poligami sebagai antonim, Monogamy adalah perkawinan dengan istri tunggal yang artinya seorang laki - laki menikah dengan seorang perempuan saja, sedangkan kata poligami yaitu perkawinan dengan dua orang perempuan atau lebih dalam waktu yang sama.
Dengan demikian makna ini mempunyai dua kemungkinan pengertian. Seorang laki - laki menikah dengan banyak laki - laki kemungkinan pertama disebut Polygini dan kemungkinan yang kedua disebut Polyandry.
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan. Hal ini berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri. Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu: a. Poligini merupakan sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dalam waktu yang bersamaan.
Poliandri adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan. Pernikahan kelompok group marriage yaitu kombinasi poligini dan poliandri. Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, tetapi poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Poligami Perspektif Sosiologis dan Islam a. Poligami Sebelum Islam Sebelum Islam, bangsa yahudi mempolehkan poligami.
Nabi Musa tidak melarang, bahkan tidak membatasi sampai berapa istri seseorang berpoligami. Kitab Talmud, tafsir Hukum Taurat membatasi jumlah istri dalam perkawinan poligami. Namun umat yahudi pada waktu akhir-akhir kembali menjalankan poligami tanpa membatasi jumlah istri. Ajaran Zroaster melarang bangsa persi berpoligami, tetapi membolehkan memelihara gundik sebab sebagai bangsa yang banyak berperang, bangsa persi memerlukan banyak keturunan laki-laki yang dapat diperoleh dari istri dan gundik-gundik.
Bangsa Romawi juga mengenal poligami. Raja-raja atau kaisar-kaisar mereka berpoligami. Dan masih banyak lagi bukti bahwa poligami sudah ada sejak jaman sebelum datangnya Islam. Poligami dalam Islam Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madharat daripada manfaatnya. Oleh karena itu, poligami hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat.
Poligami lebih dipahami oleh para ulama sebagai solusi ketimbang sebagai anjuran. Solusi yang dimaksud adalah semisal ketika seorang istri menderita sakit dan tidak bisa melayani suami, maka setidaknya hanya ada dua pilihan menceraikan lalu menikah dengan wanita lain atau berpoligami.
Walhasil, poligami bukan bentuk ketidakadilan jika dilakukan sesuai ketentuan syariat dan tentu saja dengan niat baik. Justru poligami menjadi sebuah solusi untuk menjauhi perzinaan. Akan tetapi, Rasulullah berpoligami karena ada tujuan - tujuan mulia. Rasulullah menikahi Zainab karena wahyu dari Allah, Shofiyah dinikahi oleh Rasulullah dengan harapan kabilah di belakang Shafiyah banyak yang masuk Islam. Hafsah binti Umar dan Aisyah binti Abu Bakar dinikahi karena untuk lebih mempererat tali silaturrahmi persahabatan beliau.
Syarif, fikih toleransi, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, Hal ini terkait dengan sikap adil yang harus dilakukan dalam berpoligami, yang tidak semua orang akan mampu melakukannya, termasuk Ali bin Abi Thalib, padahal ia telah teruji keimanannya dan ternilai kesalihannya, namun sebagai manusia biasa ia tidak akan mampu menjalankan keadilan sebagaimana yang dilakukan Rasulullah s.
Dalam suasana ketidak- adilan, bagaimana bisa tercapai tujuan perkawinan tersebut, yaitu kesejahteraan spiritual dan material, atau terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin dalam perkawinan itu. Sesungguhnya tindakan-tindakan menukar dan memakan itu, adalah dosa yang besar. Menurut Rasyid Ridha maskud sari ayat tersebut ialah untuk membrantas atau melarang tradisi zaman jahiliyah yang tidak manusiawi.
Menurut al-Thabari, laki-laki yang mempunyai keyakinan bahwa dia akan dapat berlaku adil ketika berpoligami, maka ia boleh menikahi maksimal empat wanita. Pernikahan ini dilarang, ketika kecantikan dan harta wanita yatim tersebut dijadikan sebagai alasan. Menurut sayyid Qurtub,poligami merupakan suatu perbuatan rukhshah yang dapat dilakukan hanya dalam keadaan darurat yang benar - benar mendesak.
Kebolehan ini pun masih disyaratkan harus bisa berbuat adil terhadap istri — istri, dibidang 8 Aibak,Kutbuddin, Kajian Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Kalimedia, Menurut Muhammad abduh, poligami hukumnya tidak boleh. Pada dasarnya, kelompok ini berpendapat bahwa hukum poligami itu boleh asal suami dapat berlaku adil.
Yang menjadi persoalan adalah zaman sekarang sangat sulit bahkan tidak ada orag yang dapat berlaku adil kepada istri — istri mereka. Dihubungkan dengan masalah perkawinan, dapat dikemukakan macam — macam keadaan yang memerlukan pemecahan sebagai berikut. Dalam hal ini, agar hidupnya tetap bersih, kepadanya diberi kesempatan untuk berpoligami asal syarat akan dapat berbuat adil dapat terpenuhi.
Untuk memenuhi naluri hidup suami yang subur yang beristri mandul, ia dibenarkan kawi lagi dengan perempuan subur yang mampu berketurunan. Untuk memberi kesempatan perempuan — perempuan memperoleh suami, dan dalam waktu sama untuk menjamin kehidupan yang lebih stabil, jangan sampai terjadi permainannya tindakan — tidakan serong. Demikian contoh alasan — alasan yang dapat menjadi pertimbangan kawin poligami itu, yang merupakan alasan moral, biologis dan sosial ekonomis.
Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan menjadikan siang terang benderang supaya kamu mencari karunia Allah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mendengar[]. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. According to these scriptures one can marry as many as one wish. But, polygyny is permitted in Judaism. Qur'an permits limited polygyny As I mentioned earlier, Qur'an is the only religious book on the face of the earth that says 'marry only one'.
Marry woman of your choice in twos' threes' or fours' but if ye fear that ye shall not be able to deal justly, with them , then only one' [Al-Qur'an An-Nisa: 3] Before the Qur'an was revealed, there was no upper limit for polygyny and many men had scores of wives, some even hundreds. Islam put an upper limit of four wives. Islam gives a man permission to marry two, three or four women, only on the condition that he deals with them justly.
In the same chapter i. Surah An-Nisa verse says: 'It is very difficult to be just and fair between women Many people are under the misconception that it is compulsory for a Muslim man to marry more than one wife. Broadly, Islam has five categories of Do's and Dont's. It cannot be said that a Muslim who has two, three or four wives is a better Muslim as compared to a Muslim who has only one wife. Average life span of females is more than that of males By nature males and females are born in approximately the same ratio.
During paediatric age however, in childhood itself a female child has more immunity than a male child. A female child can fight the germs and diseases better than the male child. For this reason, there are more deaths among males as compared to the females during paediatric age. During wars, there are more men killed as compared to women.
More men die due to accidents and diseases than women. The average life span of females is more than that of males, and at any given time one finds more widows in the world than widowers. In the early days of Islam, those who had more than four wives at the time of embracing Islam were required to divorce the extra wives. Islam further reformed the institution of polygamy by requiring equal treatment to all wives.
The Muslim is not permitted to differentiate between his wives in regards to sustenance and expenditures, time, and other obligations of husbands. Islam does not allow a man to marry another woman if he will not be fair in his treatment. Prophet Muhammad forbade discrimination between the wives or between their children.
Islam also does not require that the man have the permission of his first wife before marrying a second. Muhammad and Polygamy Muhammad was a polygamist. Besides the numerous concubines, he married fifteen women and consummated his marriages with thirteen. He was also known as a "womanizer". Narrated Qatada: Anas bin Malik said, "The Prophet used to visit all his wives in a round, during the day and night and they were eleven in number.
Islamic Defense of Polygamy Muslims claim that the reason why Allah allowed men to marry four wives is that men are killed in battle, thus resulting in women being in more numbers more than men. They also claim that the practice of polygamy curbs adultery, thus leading to more happier marriages and less divorces. Here are some points that deal with Islam's defense of polygamy. Apologists will attempt to justify his behaviour by claiming he married many of his wives due to them being war widows who were left with nothing and needed to be taken care of.
While this may sound plausible, you need only look to actual Islamic sources to discover that this is false. Many of his wives were not poor war widows. In fact, one of his wives Muhammad's cousin, Zainab bint Jash was originally the wife of his step-son Zaid bin Haritha. As was the case with Safiyah bint Huyayy, many of his marriages were clearly based on lust, not compassion.
0コメント